favorit cartoon

favorit cartoon
permen itu penuh rasa...

Minggu, 23 Juni 2013

PELANGI SETELAH HUJAN


Jogja,aku mencarinya...

Kamu siang itu.
Aku suka menangis di tengah hujan. Bagiku hujan adalah teman paling nyaman untuk bercerita tentang kesedihan. Hujan mampu menelan suara isak tangisku hingga terdengar jarang-jarang, hujan jugalah yang mampu menyembunyikan air mataku dengan menjatuhkan tubuhnya ke wajahku. Hujan adalah si pencerita yang tak bosan menceritakan semua masalaluku ketika denganmu. katanya dulu aku adalah pembenci hujan. alasannya, hujan berisik dan kawannya si petir selalu mengusik ketenanganku saat sedang menonton film-film animasi disneyland kesukaanku. Katanya aku adalah si tukang merajuk yang sulit untuk dibujuk. Si pencinta es yang mudah terserang flu tapi tak mudah kapok. Si tukang cari gara-gara yang tak akan berhenti kalau belum kau marahi. Si bandal tetapi suka menangis saat menonton film titanic kesukaanmu. Kemarin aku baru saja memutarnya kembali. Tak ada yang beda, aku masih saja menangis. Dan itu tetap pada adegan yang sama. dimana jack tubuhnya membeku demi gadisnya si rose. haha kadang aku tertawa geli mengingat semuanya. hujan memang si tukang cerita yang lucu. Sama sepertimu,tak ada beda. ceritanya pun selalu seputar aku. semenjak rupamu tak lagi kulihat ,aku yakin kau adalah si hujan. kau sudah menjelma sebagai hujan. tubuhmu dingin namun dapat menghangatkan, wajahmu pucat namun dapat membuat warna bagi penikmatmu. Hai kamu, Aku merindukanmu. Kalau kau juga merinduku. Maka segeralah jatuhkan tubuhmu ke kota jogja, aku di malioboro memakai kaos putih dan jeans biru laut warna kesukaanmu. Sekarang kau bisa mencariku,aku menunggu...
                                                            ***
Dia siang itu...
Aku menengadah. Kulihat awan-awan hitam itu sedang membuat siasat untuk memukuli matahari. Kupantau-pantau Sepertinya matahari akan kalah. Awan hitam itu berbadan besar,  ber-geng pula. Pasti sebentar lagi langit akan menangis. Ah, pasti jalan ini akan becek. Sialan!. Aku membuka akun twitterku. Kulihat beberapa orang di timeline ku menaruh doa agar hujan cepat turun. Aku heran dengan mereka yang menyukai hujan. Apa mereka gak risih saat bulir-bulir air yang beribu itu turun menghantam tanah lalu menjadi suara yang seakan tangisan. Lama pula. apa mereka gak sadar kalau saat hujan seluruh jalanan akan licin dan rawan mengakibatkan kecelakaan. Aku tak habis pikir dengan apa yang ada dikepala mereka tentang hujan. Alaah...!! baru saja kupikirkan, kau sudah datang. Apa kau akan panjang umur juga seperti mitos-mitos yang sering kudengar ? ah, kalau begitu aku menyesal memikirkanmu barusan. Aku menjelajah kembali akun twitterku. Ku mainkan jari-jariku ke tuts-tuts handphoneku, “mengapa kalian menyukai hujan ? bukankah hujan itu melambangkan kesedihan ?” tanyaku pada folowers-folowers setiaku. Sialnya saat itu tak ada yang menggubris pertanyaanku. Pasti hujan telah mencumbui mereka dengan kenangan. Ah basi! Aku menenggelamkan diri dari akun twitterku. mataku berputar mengelilingi jalan-jalan yang masih dihantami hujan. Sepertinya mitos itu benar, umurnya akan panjang. huh... Aku berjalan gontai ke sisi utara malioboro. Tiba-tiba mataku bergidik. Aku melihat seorang wanita sedang tertawa-tawa dibawah hujan. Sepertinya hatinya terlalu patah sehingga hampir gila. aku berjalan kearahnya membawakannya payung. Mungkin aku bisa bantu menyadarkannya .kataku dalam diam.
“maaf mbak, sebaiknya mbak berhenti menyiksa diri. Nanti mbak sakit. mari saya antar ke tempat saya. mbak bisa berteduh disana sambil minum teh.” Wanita itu tercengang, ia memandangiku dengan tatapan tajam. Matanya terlihat cerlang,bibir bawahnya sedikit gemuk. Untuk ukuran orang gila, sepertinya ia terlalu cantik. Kupandangi ia dalam-dalam, Ia pun semakin menatapku tajam bak pisau yang baru diasah bebatuan. Aku pasrah. Sepertinya saat ini aku sedang tergila-gila dengan orang gila.
“menyiksa diri ? sepertinya kau yang sedang menyiksa diri. hujan datang ,kau malah ketakutan. Pakai bawa payung segala haha kau pikir kau akan mati kalau terkena hujan ?”
Aku tertegun lama. dari logatnya, sepertinya dia bukan asli orang  jogja.
“iya ,tapi hujan kan bisa bikin mbak sakit.”
“sakit ? haha sebaiknya kau merasakannya sendiri.” wanita itu merampas payungku lalu melipatnya. Aku hanya manut-manut saja tak tau kenapa. sepertinya ia orang yang tepat untuk menjawab rasa penasaranku tentang para pecinta hujan.
“mbak, bukan asli orang jogja ya?”
 “iya,aku hanya liburan mencari hujan. menurut prakiraan cuaca,jogja sedang musim hujan.”
“segitu pentingnya mbak ? memang apa sih istimewanya hujan.?”
“hujan adalah pendongeng terhebat menurutku. Dalam satu waktu ia bisa bercerita tentang seribu kenangan yang berbeda pada setiap penikmatnya. Ah... dia adalah sebelah dari jiwaku.”
“eng..tunggu mbak... bukannya mengingat masalalu pada akhirnya akan terasa menyedihkan.? Kan Semanis apapun yang mbak kenang gak akan bisa terulang. Seperti kata orang, hujan adalah lambang kesedihan.” Wanita itu mendadak bisu. Sepertinya kata-kataku ada yang mengena dihatinya.
“maaf mbak... A...aaku gak....”
“akan ada pelangi setelah hujan.” wanita itu menumbuk perutku pelan dengan payung yang berada di kepalan tangannya. Dari matanya aku melihat banyak kegusaran yang rapi diselimutinya. Mungkin hanya pada hujan ia mampu bercerita, itulah sebabnya ia meninggalkanku begitu saja tanpa berbagi cerita. bahkan ia pun tak meninggalkan sepatah kata dari identitasnya.
Hay hujan ,mulai hari ini aku adalah penunggumu. aku harap kau terus datang kesini dan membawanya kembali. Sebab ia harus tanggung jawab atas penasaran yang ia tanami.
                                                            ***
Kertas adalah teman keduaku yang paling mengerti aku setelah hujan. aku suka bercerita dan cita-citaku memang ingin menjadi si pencerita seperti hujan. dengan kertas ceritaku bebas. Ia adalah wadah imajinasi ,kejujuran, pengakuan, serta pengingat dari setiap tulisan di badannya. Aku menamainya si pendengar.
Hallo pendengar, kau tau tidak, tadi aku bertemu seorang pria menyebalkan di malioboro saat aku sedang tertawa pulas dengan hujan. dengan tampangnya yang bodoh ia mengira aku gila. dan bodohnya lagi ia memberikan payung padaku. padahal dia lihat sendiri aku sedang tertawa dengan hujan. benar-benar bodoh. Namanya si kambing. Aku sendiri yang menamainya. Kau tau mengapa aku menamainya kambing ? yaa tentu saja karna dia takut sama hujanku. Dengan seenak udelnya dia bilang hujan adalah lambang kesedihan. Sayang, tadi Aku tak punya keberanian untuk menyangkal apa yang ia pikirkan. aku takut ketika menyangkalnya aku malah tersadar, sehingga apa yang dikatakannya adalah suatu kebenaran yang tak pernah bisa kuterima. Andai saat itu ia tak berubah menjadi hujan, mungkin akupun serupa dengan si kambing, tak akan jatuh cinta dengan hujan.
Kambing,di malioboro.
                                                            ***
Aku si penunggu hujan sedang menunggu hujan. langit kuterawang, matahari kusumpahi diganyang si awan hitam. Tapi jangan sebut aku pecinta hujan. karna sampai sekarangpun aku masih risih mendengar suara hujan. aku hanyalah si penunggu. Sebagaimana penunggu,Tugasku pastilah menunggu. namanya si putri hujan. aku sendiri yang menamainya. hujan selalu tampak separuh dirinya ketika jatuh. itu lah sebab mengapa aku menamainya si putri hujan. ia adalah alasanku untuk menjadi penunggu hujan. sedangkan tujuanku adalah menagih hutang atas rasa penasaran yang masih ia gantungi tentang sosok kekasihnya si hujan. Kemarin ia tak datang. Kemarinnya lagi pun tidak  juga. kebosanan telah membuat aku geram. Tuhan... jika hari ini ia datang, aku bernazar akan menatap matanya setiap kali ia bicara.  mungkin nazarku ini terdengar bodoh dan terkesan mudah. Tapi,aku yakin kau mengerti bahwa menatap matanya adalah tantangan tersulit bagiku kali ini. tuhan... kumohon kabulkan lah doaku agar aku bisa melaksanakan nazarku padamu. Turunkanlah mahkluk dingin yang beribu itu.
                                                           ***
Akhirnya  cuaca mendung juga. pasti saat ini hujan sedang menyiapkan cerita buatku. Hari ini celana pendek putih yang sedikit diatas lutut dan kaos biru laut tampaknya akan menjadi paduan yang serasi untuk menyambut hujanku. Menurut arah angin Sepertinya hari ini hujan akan datang dari arah barat. Itu tandanya malioboro adalah tempat pertama ia akan menjatuhkan tubuhnya. tapi malioboro sepertinya bukan lagi tempat yang menarik untuk aku bermain dengan hujan. aku yakin si pria takut hujan itu pasti sedang berada disana. mungkin ia berada di bawah atap. Ntah sedang tertidur,mengurung diri karna takut hujan atau mungkin menghangatkan tubuhnya dengan segelas teh seperti yang pernah di tawarinya untukku. Tapi itu semua tak menutup kemungkinan bila saja ia tiba-tiba datang lalu kembali merusak acaraku dengan bertanya ini-itu  tentang hujanku. ah aku tak mau bila harus  menusuk diriku sendiri dengan menanggapi pertanyaannya. Presepsinya tentang hujan adalah pisau bagiku. Sebaiknya aku menikmati hujan di tempat lain. Mungkin seperti kemarin. borobudur.
                                                           ***
“permisi... boleh aku numpang berteduh?” tanya seorang ibu paruh baya memakai gaun biru bercorak kembang-kembang menepuk pundakku.
“oh tentu, silahkan. Duduk saja.” jawabku sembari melempar senyum.
 “siapa namamu?”
“nama saya keno. Ibu bisa panggil saya ken. Oia kalau boleh saya tau,ibu darimana ? sampai basah kuyup gitu.”
“aku dari sana ken” katanya sembari menunjuk langit. sedikit aneh memang. Tapi ibu bergaun biru itu sangat terlihat baik. Mungkin ia hanya salah menunjukkan arah. dan aku sudah lebih dulu memakluminya.
“kau bisa mengantarku ke candi borobudur ? aku sedang bertugas sekaligus berwisata sebentar disini. atasanku menyuruhku mengambil gambar-gambar indah di sana. apa kau mau membantuku?” Sambungnya.
Mataku melebar dari pejam. Aku tersadar. Kupandangi keluar,hujan sudah rapi mengguyur jalanan. Sial ! aku ketiduran. ibu itu... Hanya mimpi rupanya. Mataku segera menerawangi jalan di sisi utara malioboro. dan lagi-lagi ia tak datang. Oke aku sadar ini adalah resiko menjadi penunggu, selalu siap untuk dikecewakan waktu. Borobudur...borobudur... sepertinya untuk hati yang sedang kecewa boleh juga. oke buk meskipun hanya mimpi, aku mengantarmu. Borobudur.
                                                             ***
“Kenapa kau harus menjadi hujan ? aku ingin sekali memelukmu. Tapi tanganku tak pernah sampai. kau begitu banyak.” Aku menangis di tengah hujan,dengan hujan dan pada hujan. aku tak sanggup menahan gejolak rindu yang sudah lama terkungkung dan terselimut rapi dipikiranku. Rasanya ini sudah terlalu lama dan teramat gerah.
“aku ingin melepas rinduku dengan sebuah pelukan kita. Tapi ntah bagaimana caraku memelukmu yang sudah menjadi ribuan. Tak bisakah tubuhmu kembali satu seperti dulu ?”  aku semakin terisak. Hujan yang tak sanggup melihat air yang menetes dari mataku membawanya jatuh ke tanah dengan tubuhnya. Katanya aku tak boleh menangis.
“hay mbak, mengapa menangis dan bicara sendiri ? kaya di film korea saja.” lelaki itu tiba-tiba duduk disampingku. ntah kenapa dia selalu tiba-tiba. anehnya kali ini ia tanpa payung. Aku sengaja tak menggubris pertanyaannya. Aku yakin kalau saja aku menggubrisnya ia akan banyak tanya.
“hey kenapa diam ? cerita saja. memendam tak baik mbak. Anggap saja aku hujan.” tak peduli apapun katanya aku tetap diam. Rasanya pergi dari hadapannya adalah jalan kedamaian satu-satunya.
“hey ,siapapun namamu ,hujan tak akan memberi solusi dari pertanyaanmu. Kamu tak terima saat hujan kubilang sebagai lambang kesedihan, jadi kenapa dia datang kau menangis ?”
aku menghela napas panjang.
“dan siapapun namamu, itu bukan urusanmu. Berhenti sok akrab denganku!!”
Sial !! lagi-lagi kau. lagi-lagi tentang hujan. ada masalah apa sebenarnya dia dengan hujan. benar-benar sial.
                                                            ***
Aku bertemunya disana. kulihat bahunya naik turun menahan isak tangisnya. Kududukkan tubuhku tepat disampingnya. betapa Aku ingin tau kenapa dan bagaimana sebab ia menuruni air matanya. Aku mencoba menyapanya dengan senyuman yang kubuat semanis mungkin untuknya. Tapi sayang ,bibirnya yang sedikit mirip selena gomez itu tak mengaga sedikitpun untuk membalas sapa. Melengkung membentuk senyuman pun tidak juga. Tapi aku tak berhenti berusaha. dengan nada bicaraku yang riang aku mengaku bisa seperti hujan yang mampu menjaga rahasianya. Sayang, lagi-lagi bibirnya yang dibasahi hujan itu tetap merapat dan tak mengeluarkan satupun kata. Didalam diamnya, Aku hanya sekali melihat gerak dibibirnya. Saat itu ia mengulumi bibir atasnya ketika bulir hujan tepat mengenai kepala bibirnya. Caranya mengulum bibir seperti caranya menyentuh bibirku agar tak banyak bicara. disaat ia mengulum bibir, disaat itulah aku menjalankan nazarku dengan sempurna. Ya, aku memandanginya. Bahkan hampir terpanah. sayangnya semenit setelahnya ia langsung berdiri mengangkat badannya lalu melangkahkan kakinya ligat. tepat seperti pada pertemuan sebelumnya. Kali ini aku tak bisa membiarkannya pergi begitu saja. caranya memperlakukanku seperti sedang bercakap dengan seorang peminta-minta. Tak sedikitpun perlakuan manisku terbalas oleh sepatah kata ,bahkan segaris senyumpun tidak ada.  Ketika tubuhnya mulai mengecil dari pandanganku, Dengan nada lantang aku menimpuknya dengan pertanyaan tajam tentang sosok hujan yang terlihat seperti tuhan dimatanya. Seperti dugaanku ia menggubrisnya. Namun sayang gubrisannya bukan jawaban , tetapi malah terdengar seperti bumerang. Tapi meski begitu, aku tak menyesal. tuhan telah mempercayaiku untuk melaksanakan nazarku. Aku berjumpa dengannya dan berhasil menatapnya. Thanks god. Ucapku menengadah langit.
                                                             ***
Dear, pendengar.
Tadi aku bertemu lagi dengannya. ntah lah kenapa bisa sampai kedua kalinya. Lagi-lagi tanpa sengaja. Dan lagi-lagi tentang hujanku. kali ini aku ingin menangis saja. dia benar. Hujan tak pernah memberi solusi atas semua kegundah gulanaanku. Bahkan ia tak bisa memelukku. Tidak seperti dulu. sebelum menjadi hujan dia mampu menjadi apasaja bagiku. Kapanpun aku butuh,ia selalu ada. Tanpa aku harus menjadi penunggu. Tanpa aku harus mencarinya kemana-mana. Sampai ke jogja segala. Dulu setiap kali mataku terbuka dari pejam. Dia selalu tersenyum dan mengucapkan “hallo, selamat pagi!” dan ketika mataku harus kembali memejam,ia selalu berbisik “mimpimu indah,selamat bermimpi”. Tapi Sekarang aku tak pernah mendengarnya lagi. Selarik cahaya menelusup,membawanya diam-diam dariku saat aku terlelap dalam tidurku. Aku melihatnya jelas dimimpiku. Cahaya itu terlalu silau hingga aku tak mampu mengejar. Ia membawanya ke arah bulan. Dan ketika aku membuka mata, ia telah membeku. Aku tau Ia tak lagi disitu. Tangisku pecah, seluruh wajahku basah. Setelah itu aku tak ingat apa-apa. Yang kutau saat aku membuka mata ,aku melihat ribuan air jatuh dengan gemuruh. aku melangkah pelan mendekatinya , dari balik jendela aku menyentuhnya. Dinginnya sama seperti tubuhnya. Datangnyapun disaat aku sangat membutuhkannya. Sejak itu aku merasa ia kembali. Namun telah berwujud hujan. saat itu aku tak peduli apapun bentuknya, yang penting ia kembali,dan aku percaya.
Tetapi saat ini rasanya berbeda. lelaki itu hampir menghancurkan semuanya. aku mulai meragu pada hujan.  dia benar. hujan memang tak pernah memberi solusi dari masalahku. Termasuk masalah ketika aku merindukannya. Ia tak pernah memelukku. Tidak seperti ia yang dulu. saat ini aku dirundung kekecewaan serta kegelisahan. aku menghujan. Mungkin sebaiknya aku memejam.
Aku merindunya, pendengar.
                                                           ***
“hai ken mengapa terlihat letih?” tegurnya sembari menyodorkan segelas teh hangat untukku.
 “iya, aku sedang mengejar wanita. Tapi ia selalu mengumpat.” Terangku.
“maksudmu?”
“ia selalu mengumpat dari kesedihannya. Aku tak pernah berhasil menangkap apa isi pikirannya.”
“mungkin caramu mengejarnya salah.”
“hm... Aku sudah memasang wajah semanis mungkin untuknya.”
“mungkin perkataanmu ?” aku tercenung sebentar, kuingat kembali pertemuan kami. Ya...aku teringat. karna hujan. setiap aku bertanya tentang hujan, wajahnya seperti ketakutan.
“ya... sepertinya ibu benar.”
“coba saja cari bahasan lain. Waktu aku muda dulu, aku sangat suka ketika diajak bercerita seputar wisata kuliner,apalagi film-film romantis. Coba ajak dia nonton.”
“♫♫♫♫♫♫♫♫” (bunyi alarm)
Hooooam ,sudah pagi rupanya. wanita bergaun biru itu datang lagi kemimpiku. aneh. Kami tampak seperti sudah lama akrab. tapi sebelumnya aku tak pernah melihat parasnya sekalipun selama mataku terbuka. Aku menguap sekali lagi. Ah,sudahlah , kehidupan dialam bawah sadar memang banyak sekali hal-hal aneh yang sulit untuk kudekskripsikan.  Mungkin sebaiknya aku mandi mengumpulkan nyawaku yang masih setengah. dengusku pelan. 

                                                           ***
“hey.. aku minta maaf soal yang kemarin.” ucapku pelan menahan kegugupan.
“oh.. ya bukan masalah besar. Aku yang salah, terlalu memaksamu bercerita.” Katanya yang gagal mengumpat dari keterkejutannya.
“se..sedang apa kau disini ?” tanya kami bersamaan. Sekarang Aku merasa ini seperti adegan di film percintaan. Aku terkekeh pelan.
“ya aku memang sering berada disini. kau?”
“oh aku.. aku mencarimu.” Kataku sedikit kikuk.
“mencariku ?  itu terdengar sangat aneh.”
“akupun merasa seperti itu haha kau tau dimana angkringan yang susu jahenya sangat nikmat?”
“ya ada ,langgananku. Wedang nya sangat terasa. Katanya bisa menyembuhkan orang yang suka emosian.” Katanya meledek. Kami tertawa lepas. Tak seperti yang kuduga. Ternyata ia sangat asik. Kami mengelilingi kota jogja memakai sepeda ontel miliknya. Tak jarang aku melihat kunang-kunang dipinggiran jalan kota jogja. mereka terlihat seperti peri malam. sangat cantik. di keramaian suasana malam ,kami sering berpapasan dengan  pasangan-pasangan muda yang terlihat mesra. Kadang kemesraannya terlihat sedikit merusak mata. dan disitulah saatnya kami tertawa. mulutnya sedikit usil, tapi untuk membuat suasana menjadi tak garing. Dia punya rangking.
“ini dia angkringan langgananku. Oh ya.. kita belum berkenalan loh.”
“aku windy, kau? aku pesan susu jahe.”
“aku keno. Kau bisa panggil aku ken.” Aku tersenyum sedikit.
Eeumm..wangi jahenya sangat terasa ,sekarang perasaanku lebih lega. Dan sepertinya ,pria ini juga turut ikut melegakannya. Mungkin sekarang saatnya kami memecah rasa penasaran yang sudah lama bersengketa.
“jadi..kenapa kau terlihat seperti membenci hujan.?” tanyaku membuka percakapan.
“dia berisik.” Katanya singkat.
“singkat sekali. Biasanya kau selalu menggebu-gebu menanyakan hujan padaku.”
“haha ,aku tak mau merusak acara awal perkenalan kita. Aku tau kau sangat mencintai hujan. dan aku tak akan memaksamu untuk cerita lagi.”
“tapi kali ini ,aku ingin kau menanyakannya. Dan aku janji, aku tak akan emosi lagi. Kecuali kalau aroma jahe sudah tak menempel dihidungku lagi haha.”
“haha kalau begitu ,siapa hujan ? kenapa kau terlihat begitu mencintainya?”
“hujan..dia seorang yang melahirkanku.”
“jadi kau lahir disaat hujan?”
“oh bukan..maksudku dia sudah berubah menjadi hujan.”
“...tunggu... maksudmu ibumu?”
Nafasku tersengal sebentar. sudah lama aku tak mendengar seseorang menyebutkan kata “ibu” padaku. dan sudah lama juga aku mencoba menjelaskan kebeberapa manusia yang mengaku dekat denganku. Namun, baru dia yang mengerti apa maksudku. Aku mengangguk  lemas.
“bagaimana kau bisa berfikir hujan adalah ibumu.? ”
“ya..disaat dia tertidur pulas dengan kain panjang yang menyelimutinya aku memeluknya. Tubuhnya dingin sama seperti hujan. dia juga berisik,suka menggerutu sama seperti hujan. pokoknya dia membuatku nyaman.”
“nyaman? aku tak melihat itu dimatamu. Kau hanya memaksa dirimu untuk merasa nyaman. Namun sebenarnya kau sedang ketakutan. Kau takut dengan kenyataan. seperti kemarin, kau menangis lalu mengadu padanya, dan apa dia menggubrisnya?”
“...”aku tertegun panjang.
“apa ibumu datangnya selalu musiman seperti dia.?”
“tidak.”
“kau bilang mereka sama karna tubuhnya serupa dingin? apa disaat tubuh ibumu dingin dia masih berada disitu? Sadarlah ,Yang kau lihat saat itu bukan lagi dia. Itu raganya. Kau bilang hujan pencerita sama sepertinya ? hey... saat hujan jatuh dirimulah yang bercerita, sementara hujan hanya memancing dan menggiringmu hingga terbawa suasana.”
“sudah cukup... aku hanya tak tau harus bagaimana tanpanya. Aku sangat bergantung padanya. Dan disaat itu hanya hujan yang kupikir serupa dengannya” Mataku terasa sangat pedih. aku membiarkan air nya terjatuh mendingini.
“jangan menangis kau harus bisa hadapi. Aku bersedia membantumu mengahadapinya kalau kau mau.”
Aku mengangguk. Ia menyapu pundaknya lalu meletakkan kepalaku di sana. saat itu rasanya teduh. Dan hatiku tak lagi gaduh.
                                                                 ***
Semalam aku merasa seperti sedang bermimpi panjang. aku menemaninnya hingga air matanya kering dipundakku. ini jauh seperti yang kubayangkan. Ternyata dia sangat ramah. Harusnya aku mengerti kalau kemarin hatinya sedang patah. Ah tapi apalah arti kata harusnya, kalau keadaannya sudah membaik. Aku membongkar lemariku. Ini adalah kencan pertamaku dengannya. sepertinya film “the vow” adalah tujuan yang tepat untuk alasanku mengajaknya menonton. Apalagi yang kudengar film itu sangat romantis. Ya aku berharap dia bisa terbawa suasana sehingga melupakan kesedihannya sebentar. semoga niat baikku berjalan lancar.
                                                               ***
“kasian ya, ingatan istrinya hilang. Cintanya jadi berbalik kemantannya.” Kataku mengharu. Ia tersenyum sembari mengangguk. Kami kembali menyimak.
“itu kayanya ingatannya mau kembali. Paige suka coklatnya.” Katanya dengan wajah sumringah. Seakan ia adalah pemeran lelakinya. Aku mengangguk riang menyetujuinya.
Suara desahan mulai menjamah telinga. Adegan senggama berhasil mengisi kekopongan mata penonton yang sedari tadi terlihat jengah di adegan sebelumnya. Ken memasukkan jari-jarinya ke sela-sela jariku. Kami melihat kepala satu ,dua pasangan menyatu. dan ini tak seperti yang kuduga. Kupikir ken akan melakukannya juga. namun ternyata lelaki bodoh itu malah berdehem, mengkode pasangan yang tertangkap basah sedang ciuman tepat di depan bangku kami. Aku terkekeh sembari mencubiti perutnya. Dia meringis pelan.
“kita juga akan melakukannya loh win.” Katanya mengejutkanku. Aku membisu dan mendadak kaku.
“tapi... nanti setelah aku melamarmu haha.” sial! Aku kembali mencubitinya. Ia meringis lagi lalu menangkap tanganku. Pelan-pelan ia tersenyum dan meletakkan kembali pundakku dibahunya. Ia juga kembali melipat kan jemarinya ke jemariku. Saat itu bahagia sangat berpihak padaku. lebih dari bahagia yang kurasakan saat hujan jatuh. Dan ntah mengapa,setelah mengenalnya aku tak begitu menggilai hujan seperti biasanya. aku merasa ia benar. Ibuku telah tenang disana,dan hujan hanyalah hujan yang tugasnya menjadi pengiring nada cerita.
                                                               ***
“hai ken. Aku senang melihatmu bergembira. Bahkan bahagia.” Katanya.matanya terlihat berkaca-kaca. Dari senyumnya aku melihat ia sedang berbahagia seperti apa yang dikatakannya.
“makasih bu,ini berkatmu. Meskipun aku belum mengenalmu. Kau telah kuanggap sebagai ibu keduaku.” Kataku memeluknya.
“aku sudah harus pergi ken. Atasanku kemarin telah memanggilku. Lagi juga memang tugasku telah selesai.”
“oh ya? jadi kapan ibu main kesini lagi?”
“aku tak tau. Rumahku sangat jauh dari kota jogja. berjanjilah akan selalu membuatku bahagia,ketika mendengar kabarmu nanti.”
Mataku terkejut. Aku mengangkat tubuhku cepat. Ibu bergaun biru itu singgah lagi kemimpiku. Ntah kenapa aku menjadi sedikit gelisah ketika mendengarnya berpamit. Aku seperti selalu ingin memimpikannya. Sekalipun aku tak tau ia siapa. Aku berharap apa yang dikatakannya tak menjadi nyata. ia akan tetap singgah. Bahkan mungkin tinggal disana.  seperti biasa, aku mandi dan mengusir gelisah. lagi pula malam ini aku akan berkencan dengan windy. Dan hari ini aku harus lah sedikit rapi.
                                                                ***
Aku menunggunya di meja 08 di salah satu restoran termegah di kota jogja. sesekali aku menyapu helai demi helai rambutku yang terlihat sedikit berantakan. Tak jarang bibirku merat-merot saat berhadapan dengan cermin kecil melihat warna dan garis lipstik yang terlihat sedikit kurang merata. Kali ini aku seperti gadis terheboh sedunia. Padahal hanya makan malam saja. satu persatu pelayan mengantarkan makanan ke atas meja. Ternyata ken telah duluan memesannya. Ya... dia cukup pintar dalam memilih hidangan. Hampir semuanya aku suka. desir angin semakin mendinginkan suasana. ken bilang ia akan sedikit telat. Dan dengan sedikit  gelisah aku mencoba pelan-pelan menenangkan suasana.
                                                                ***
“sudah menunggu lama ya win? Maaf ya,tadi ada masalah sebentar di rumah.” kataku mencari alasan. Padahal aku sedang sibuk memilih kemeja yang tepat. Tawaku dalam diam.
“iya nggak apa-apa. Itu makanannya udah di meja semua. es nya juga udah hampir mencair.” Rambutnya yang  panjang dan sedikit berombak digerai hingga menutupi dadanya, ia melukis wajahnya dengan sempurna. Make-up nya tidak terlalu tebal namun terlihat merata. Dari caranya melukis wajahnya aku semakin yakin bahwa ialah pelukis hidupku.
“cantiknya kau malam ini, seperti ingin minta dilamar hehe.” pujiku sembari memandanginya. ia hanya tertawa. mungkin dia pikir aku sedang bercanda. Sembari menyantap makanan kami bertukar cerita tentang keluarga. Kali ini keadaanya terlihat sudah jauh membaik. aku bisa melihat dari kerlingan matanya.
“jadi bagaimana dengan hujan?” tanyaku,sedikit awas.
“ya...sepertinya kau benar. Ibuku sudah tenang. Dan hujan hanyalah hujan.” katanya sambil menyimpulkan senyum. Aku tersenyum dan memegang jemarinya yang berada tepat diatas meja. Diam-diam di kolong meja, tangan kiriku mengeluarkan cin-cin yang semalam kubeli dari kotaknya.
“ken,jangan menatap seperti itu.” katanya melotot.
“win... mau gak bulan depan kita menikah.?” Kataku sedikit gerogi. Tapi aku mencoba tetap percaya diri. windy menatapku heran. Aku mengeluarkan cin-cinnya. tanpa permisi aku langsung melingkarkannya kejari manisnya. Matanya berkaca.
“ken ini sungguhan? Kalo ini bercanda,aku akan menamparmu.aku serius.” Katanya melebarkan matanya.
“berhubung kau mengancam, jadi ini sungguhan.” Windy mengenggam tanganku erat. Aku merayunya untuk berkata iya dengan nada memanja. Ia pun menganggukinya. Saat ini adalah moment yang paling istimewa. Mungkin juga baginya. karna hari sudah semakin malam kami memilih pulang. sebelum pulang ia meminta ke kamar mandi sebentar. ketika ia berdiri dari bangkunya. Dadaku tiba-tiba berdesir. Aku mengusap mataku tak percaya. bagaimana bisa gaun yang dipakainya serupa dengan gaun ibu yang kulihat belakangan ini dimimpiku. Aku mencoba menyangkal tak percaya. namun gaunnya memang serupa. Ketika ia kembali dari kamar mandi aku coba untuk memastikannya.
“hey,aku baru memerhatikan gaunmu. Indah sekali.” Kataku basa-basi.
“sungguh? Ini gaun kesayangan ibuku dari ayah.”
Aku menegun tak percaya. pantas saja aku belum pernah melihat parasnya, dan harusnya aku sadar ketika ia mengasih arah borobudur,menonton film romantis dan ucapan selamat bahagia. Ternyata ia hanya ingin memastikan putrinya bahagia.
“kenapa ken? Kok tiba-tiba diam?”
“oh engga, aku hanya sedang mencari dimana letak kejelekkanmu. Dan sayang,aku tak menemukannya.” Seperti biasa windy mencubit perutku dan menyebut kata gombal disepanjang perjalanan. kali ini ,aku sungguh bahagia.
“senang bisa bertemu denganmu buk, rupanya benar,kau adalah ibu keduaku. Aku berjanji akan menjaga windy seperti aku menjaga diriku sendiri.” kataku menengadah langit. Semenjak mengenal windy dan ibunya aku percaya, bahwa yang mati tidak pernah benar-benar mati. Mereka hanya berpindah dunia. Dan windy benar. Akan ada pelangi setelah hujan.